Membuka Kampung Bakka Pangkep dari Keterisolasian
Membuka bakka di pangkep dari keterisolasian semangat cari penerangan alternatif di pinggiran di pinggiran kelurahan Bontoa, Kecamatan Minasatene, sebuah kampung masih terisolir dari keramaian, namanya, kampung Bakka, jaraknya sekitar 10 kilometer dari pusat kelurahan, untuk menjangkau wilayah berpenduduk 340 jiwa itu, kita harus berjalan sekitar 2,5 jam dengan jalan terjal dan melewati semak belukar, Di tepi gunung Siloro Kampung yang gelap gulita dan bergantung pada minyak membuat Dg Cinrang, 65, gundah. Terlebih kampungnya terletak di daerah perbukitan yang sulit dijangkau jaringan listrik PLN.
Foto waktu kami sedang beristerahat di pos kehutanan
Mendengar ada generator yang bisa digunakan untuk menyalakan lampu, tanpa pikir panjang, Cinrang mencoba menyusuri hutan Bakka untuk mencari di kota. Berbekal hasil penjualan gabah, dia bisa membawa pulang satu generator pembangkit untuk menerangi rumahnya. Kini, tiga balon lampu menggantung menerangi rumah panggung itu. Sekalipun hanya bisa bercahaya pada jam-jam tertentu, bahan bakar bensin menjadi kendala. Untuk mendapatkan satu liter, dia harus berjalan berkilo-kilo meter untuk sampai di kota kelurahan. "Biar butuh perjuangan, yang penting keluarga saya sudah bisa menikmati siaran televisi," kata ketua RW Bakka ini.Di kampung itu, hanya beberapa rumah yang menggunakan cahaya penerang dengan generator. Puluhan rumah lainnya masih bergantung dengan lampu teplok atau minyak tanah.Begitu Lurah Bontoa, Satria Hasan Sammana, SH, menjanjikan mesin genset berkapasitas 20 PK x 3 unit, warga terus menagih. Akhir pekan lalu, janji itu diwujudkan. Kabel sepanjang 15.000 meter dengan sejumlah potongan secara gotong royong dipikul warga setempat. Mereka berjalan mengikuti jalan setapak yang terjal di kaki gunung Bakka.Kabel itu direncanakan akan direntang dari rumah ke rumah dengan tiang kayu dari hasil hutan mereka. Hasilnya, meski baru tahap penyambungan jaringan, warga Bakka ini tidak lama lagi sudah bisa melihat cahaya listrik menerangi satu kampung di desa mereka yang buram itu. "Insya Allah, Desember ini sudah bisa kita nyalakan. Ini bantuan pemda Pangkep," ujar Lurah Bontoa, Satria Hasan Sammana.
Untuk perawatan mesin genset, kata Satria, setiap pelanggan berapa pun dayanya dikenai tarif yang seragam setiap bulan "Ini akan diserahkan pengelolaannya kepada warga setempat. Ya, kalau punya televisi, satu bulannya mungkin harus menambah sesuai kesepakatan," tambah mantan anggota DPRD Pangkep ini.
Memang sejak lama warga Bakka mendambakan penerangan genset. Namun, untuk usulan listrik PLN, warga juga mengaku sulit dipenuhi, karena medannya yang cukup sulit."Kami sudah lama mendambakan penerangan listrik di sini. Apalagi, kami juga ingin menikmati siaran televisi biar tidak ketinggalan informasi," ujar Cinrang.
Keberhasilan meyakinkan warga secara fantastis ini terjadi di kaki Gunung Bakka, tepatnya di Desa Bontoa, Kecamatan Minasatene, Kabupaten Pangkep, sekitar 25 kilometer dari Pangkajene. Desa terisolasi itu kini seperti kota di dalam belantara
Foto Rumah penduduk kampung bakka pangkep
Gunung Bakka untuk melewati kampung itu perlu perjuangan. Dari Desa Panaikang sekitar 7 kilometer, sedangkan dari Desa Bontoa yang masih relatif mudah dijangkau masih sekitar 10 kilometer dengan jalan terjal berbatu dengan turunan dan tanjakan curam melewati hutan primer.Keterisolasian justru membuat kampung yang menamakan diri 'berkembang' itu begitu mandiri. Warga yang desanya berpindah-pindah itu dikenal sebagai warga yang jago berjalan kaki dengan menjunjung tinggi gotong royong.Kepemimpinan adat di kampung Bakka yang menjunjung tinggi tradisionalisme itu justru mampu menggerakkan ratusan warga untuk bersepakat membawa kabel dan peralatan lainnya untuk kebutuhan penerangan listrik
Membuka Bakka dari Keterisolasian
Mendengar ada generator yang bisa digunakan untuk menyalakan lampu, tanpa pikir panjang, Cinrang mencoba menyusuri hutan Bakka untuk mencari di kota. Berbekal hasil penjualan gabah, dia bisa membawa pulang satu generator pembangkit untuk menerangi rumahnya. Kini, tiga balon lampu menggantung menerangi rumah panggung itu. Sekalipun hanya bisa bercahaya pada jam-jam tertentu, bahan bakar bensin menjadi kendala. Untuk mendapatkan satu liter, dia harus berjalan berkilo-kilo meter untuk sampai di kota kelurahan. "Biar butuh perjuangan, yang penting keluarga saya sudah bisa menikmati siaran televisi," kata ketua RW Bakka ini.Di kampung itu, hanya beberapa rumah yang menggunakan cahaya penerang dengan generator. Puluhan rumah lainnya masih bergantung dengan lampu teplok atau minyak tanah.Begitu Lurah Bontoa, Satria Hasan Sammana, SH, menjanjikan mesin genset berkapasitas 20 PK x 3 unit, warga terus menagih. Akhir pekan lalu, janji itu diwujudkan. Kabel sepanjang 15.000 meter dengan sejumlah potongan secara gotong royong dipikul warga setempat. Mereka berjalan mengikuti jalan setapak yang terjal di kaki gunung Bakka.Kabel itu direncanakan akan direntang dari rumah ke rumah dengan tiang kayu dari hasil hutan mereka. Hasilnya, meski baru tahap penyambungan jaringan, warga Bakka ini tidak lama lagi sudah bisa melihat cahaya listrik menerangi satu kampung di desa mereka yang buram itu. "Insya Allah, Desember ini sudah bisa kita nyalakan. Ini bantuan pemda Pangkep," ujar Lurah Bontoa, Satria Hasan Sammana.
Untuk perawatan mesin genset, kata Satria, setiap pelanggan berapa pun dayanya dikenai tarif yang seragam setiap bulan "Ini akan diserahkan pengelolaannya kepada warga setempat. Ya, kalau punya televisi, satu bulannya mungkin harus menambah sesuai kesepakatan," tambah mantan anggota DPRD Pangkep ini.
Memang sejak lama warga Bakka mendambakan penerangan genset. Namun, untuk usulan listrik PLN, warga juga mengaku sulit dipenuhi, karena medannya yang cukup sulit."Kami sudah lama mendambakan penerangan listrik di sini. Apalagi, kami juga ingin menikmati siaran televisi biar tidak ketinggalan informasi," ujar Cinrang.
Keberhasilan meyakinkan warga secara fantastis ini terjadi di kaki Gunung Bakka, tepatnya di Desa Bontoa, Kecamatan Minasatene, Kabupaten Pangkep, sekitar 25 kilometer dari Pangkajene. Desa terisolasi itu kini seperti kota di dalam belantara
Gunung Bakka untuk melewati kampung itu perlu perjuangan. Dari Desa Panaikang sekitar 7 kilometer, sedangkan dari Desa Bontoa yang masih relatif mudah dijangkau masih sekitar 10 kilometer dengan jalan terjal berbatu dengan turunan dan tanjakan curam melewati hutan primer.Keterisolasian justru membuat kampung yang menamakan diri 'berkembang' itu begitu mandiri. Warga yang desanya berpindah-pindah itu dikenal sebagai warga yang jago berjalan kaki dengan menjunjung tinggi gotong royong.Kepemimpinan adat di kampung Bakka yang menjunjung tinggi tradisionalisme itu justru mampu menggerakkan ratusan warga untuk bersepakat membawa kabel dan peralatan lainnya untuk kebutuhan penerangan listrik
Tidak ada komentar untuk "Membuka Kampung Bakka Pangkep dari Keterisolasian"
Posting Komentar